Rabu, 07 Januari 2015
Siput
Siput, hewan kecil yang luar biasa. Siput itu terlihat
lemah. Dari cara berjalan, tekstur tubuh, dan apa saja tentang dia memang
terlihat begitu menyedihkan. Itulah kita yang selalu memangdang hal pada satu
sisi saja. Perlu kita ketahui, bahwa semua yang ada di dunia ini memberikan
kita banyak pelajaran. Pelajaran itu begitu bermanfaat, jika kita mampu
berpikir dan menerapkannya.
Jika kita memandang siput sebagai hewan yang lemah, tetapi
apakah Anda tahu? Hewan yang selemah siput mampu membawa rumah yang berat.
Kemanapun dia pergi, selalu ia membawanya. Terlihat sedikit malas, tetapi
itulah dia, hewan kuat dan tak pernah memprotes atas takdir yang diterimanya.
Tidak seperti kita.
Dia membawa rumah yang berat, karena ia sadar, ia tak akan
mampu melindungi dirinya tanpa rumahnya yang kuat dan berat. Dia tahu bahwa dia
lemah, kulitnya tak sekuat kayu yang selalu menjadi pijakannya. Tidak ada
sehelaipun rambut ataupun bulu yang melindunginya. Jalannya lambat, tentu dia
tak akan bisa berlari dari bahaya yang ada di dekatnya dengan kecepatan seperti
itu. Bukan karena malas, tapi karena itulah takdir yang diterimanya.
Jika dia mau protes kepada tuhan, dia mungkin sudah
membandingkan dirinya dengan ulat. Ulat tubuhnya lunak, jalannya juga tak
begitu cepat, kenapa dia tak seperti ulat yang kemana saja tanpa membawa beban
berat. Bisa saja dia protes kenapa tidak seperti cacing? Sama-sama melata dan
lambat, tetapi cacing tidak perlu rumah yang berat.
Jika kita berada dalam posisi siput, mungkin kita sudah
menyerah. Kenapa tidak mati saja? Toh kita tak bisa lari dengan cepat atas
bahaya yang akan menimpa kita nanti. Kenapa tidak meninggalkan dunia ini saja?
Toh percuma saja dia hidup, jika harus membawa beban berat, padahal mempunyai
nasib yang sama dengan ulat dan cacing tetapi mereka bebas.
Menyadari kelemahannya, serta selalu bersyukur adalah cara
Siput bisa sekuat sekarang. Siput sadar dia lemah, siput sadar dia lamban. Dia
melihat ulat, hewan senasib yang mempunyai takdir lebih baik darinya. Ulat
memang lemah, ulat memang lamban, tetapi ulat sebentar lagi akan menjadi
kupu-kupu yang indah, yang mampu terbang kelangit, yang mampu menghibur setiap
makhluk yang ada dibawahnya untuk menghiburnya. Dan tentu diatas sana akan ada
langit yang akan senantiasa menjaganya.
Kemudian ia melihat cacing, cacing memang lemah, sama
lemahnya dengan siput, sama lambatnya dengan siput. Tapi siput sadar,cacing
bisa masuk dan tinggal dalam bumi. Dan yang pasti bumi akan selalu menjaganya
dari bahaya di luar sana.
Lalu bagaimana? Bagaimana dengan siput? Siput justru merasa
bangga dengan apa yang ada pada dirinya. Dia merasa dialah hewan yang paling
kuat. Dia tak memerlukan langit dan bumi untuk menjaganya. Dia justru senang,
senang melihat tuhan memandang siput sebagai makhluk-Nya yang paling kuat.
Meski tuhan memberikan beban yang berat, kelamahan yang begitu menyulitkan,
tetapi siput mampu bertahan. Dia berlindung dibalik rumah yang yang ia bawa
sendiri. Dibalik cangkang yang kuat, yang mampu melindungi dirinya. Cangkang
itu dibawanya sendiri, tanpa ada orang lain yang peduli padanya.
Dia bangga, menjadi makhluk yang lemah, yang mampu bertahan
dengan kokoh diatas kakinya sendiri. Dengan tubuh yang lunak saja dia bisa,
apalagi jika diberi kesempatan untuk mendapat tubuh yang kuat?.
Seharusnya kita berpikir seperti itu. Ketika banyak cobaan
yang kita dapat, kita harus terima dengan ikhlas, dengan tanpa ingin menjadi
orang lain. Makhluk hidup diciptakan dengan kelebihan dan kemampuan
masing-masing. Termasuk juga manusia, kita memiliki fisik yang kuat, memiliki
akal dan moral. Dengan itu kita adalah makhluk yang paling sempurna. Jika siput
yang lemah saja mampu bertahan, kenapa kita makhluk yang paling sempurna tidak
bisa? Pertanyaan ini mungkin akan membuat kita malu terhadap siput, tetapi memang
inilah hidup. Banyak hal yang harus kita pelajari dalam hidup.
Dengan sikap kita yang seperti itulah kita bisa hidup.
Berani bermimpi, berani gagal, berani mencoba dan selalu berusaha. Semoga kita
bisa meraih kesuksesan dengan luar biasa tanpa harus menjadi orang lain.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar